BILIKMISTERI.WEB.ID – Saat menjabat presiden, Pak Harto mengaku sebagai anak petani. Suharto lahir dari situasi yang tak jelas. Pernyataan ini bukan hanya lahir dari majalah-majalah gosip yang banyak bermunculan di tahun 1970-an soal asal usul Suharto, tetapi juga dari buku-buku yang berbobot ilmiah tinggi seperti buku Robert Edward Elson, seorang Profesor dari University of Queensland, Australia yang secara serius meriset Suharto.
Disebutkan, bahwa asal usul Suharto menjadi bagian paling rumit untuk mendefinisikan kepribadian dan posisi psikologis Suharto di masa mendatang. Elson Elson menyajikan riset atas konfigurasi keluarga Suharto yang rumit, mengenaskan serta tidak jelasnya siapa ayah kandung Suharto.
Ayah kandung Suharto yang tak jelas ini kemudian berpengaruh atas kepribadian Suharto yang pendiam, menganalisa masalah, mempertimbangkan keadaan serta hati-hati dan kepribadian ini menjadi modal dalam keberhasilan hidupnya. Bahkan ketika memimpin negeri ini, Suharto tidak memiliki rasa minder terhadap masa lalu.
Suharto lahir 8 Juni 1921, angka ini juga masih diperdebatkan banyak orang. Namun Suharto sendiri meredakan perdebatan ini dan ia secara gamblang menyatakan tanggal lahirnya adalah 8 Juli 1921.
Suharto dilahirkan dari seorang ibu yang galau, yang stress dan sedang prihatin. Ada juga yang menyebutkan bahwa asal usul Suharto, yakni dua tahun setelah kelahirannya orangtua mereka bercerai, tapi Elson lebih ganas lagi menyebutkan waktunya: Orangtua Suharto bercerai empat minggu setelah kelahiran Suharto.
Sukirah, ibu Suharto mengalami kondisi stress. Ia dikabarkan hilang dan ternyata sedang ‘ngebleng’ puasa tanpa makan dan minum. Ia merasa membawa beban hidup yang amat berat.
Bagi kalangan Jawa yang mengerti ilmu kebatinan, jelas Sukirah mengalami beban psikologi luar biasa karena ia mengandung ‘Seorang Raja di Masa Depan’. Penduduk kampung mencari-cari Sukirah, yang kemudian ditemukan dalam keadaan hampir mati karena kurang makan dan minum.
Dari situasi keprihatinan yang tinggi itulah Suharto lahir. Di usia empat tahun Suharto sudah diserahkan ke kakak ibunya, pada keluarga Kromodiryo. Pada usia yang masih amat muda sekitar lima tahun dan ini mengherankan bagi anak desa seumurnya, Suharto sudah disekolahkan.
Suharto yang berada di dusun amat terpencil bisa bersekolah bagus ini juga menjelaskan siapa ayah Suharto sesungguhnya. Suharto sendiri tak mengalami ikatan emosional yang tinggi kepada orang yang dianggap ayahnya yaitu Kertosudiro. Tapi kemungkinan Suharto sudah mengerti bahwa Kertosudiro bukan ayah kandungnya.
“Di masa lalu ada teman seingat saya bernama si Kromo, yang mengata-ngatai saya sebagai ‘Den Mas Tahi Mabul’. Dan ini penghinaan bagi Suharto kecil, lalu Suharto menonjok anak itu,” kata Suharto.
Dan itulah pengalaman satu-satunya Suharto berkelahi. Ini artinya berbeda dengan pengalaman berkelahi pertama Sukarno yang mempersoalkan dia dilarang main bola oleh Sinyo Belanda karena ia seorang Pribumi. Tapi Suharto berkelahi karena persoalan tak jelas asal usulnya.
Dari Sukirah sendiri Suharto memang ada keturunan bangsawan Yogyakarta, kakek buyut Suharto: Notosudiro, memiliki isteri yang merupakan anak perempuan dari Hamengkubuwono V.
Terlepas dari situasi sulit siapa ayah kandungnya, perpecahan keluarga dan segala macam konflik psikologis dalam lingkungannya, Suharto tumbuh secara baik.
Ia adalah pemuda yang tampan, berwajah ningrat dan sangat halus perangainya. Beberapa kali Suharto menjadi bahan rebutan antara Sukirah dan Kertosudiro, sehingga Suharto harus tabah dalam menjalani kehidupan.
Suharto sendiri mengakui saat paling bahagia adalah ketika ia ‘ngenger’ (menumpang) pada keluarga Prawirohardjo, yang salah satu anaknya adalah Sulardi di Wuryantoro.
Lewat Sulardi inilah Suharto berkenalan dengan Hartinah, puteri wedana di Wonogiri, yang juga merupakan kawan sekelas Sulardi, kelak Hartinah menjadi isteri Suharto.
Suharto hidup prihatin. Ia senang sekali berpuasa. “Saya sudah mengalami banyak laku, banyak tindakan pertapaan di diri saya, satu-satunya yang belum saya lakukan adalah tidur diatas sampah,” kenang Suharto kala itu
.
Bertapa adalah ‘keprihatinan’ ala orang Jawa dalam memahami penderitaan, dalam keprihatinan manusia tidak boleh hidup enak, mereka harus mendidik dirinya sendiri dengan keras agar tidak gampang mengeluh dalam kehidupan dan kuat menghadapi godaan dalam menjalani cita-cita.
Guru Suharto paling awal dalam soal kebatinan dan pemahaman pada nilai-nilai filsafat Jawa adalah Kyai Daryatmo yang ditemui Suharto sewaktu muda.
Kemampuan Suharto dalam mengolah diri inilah yang kemudian berhasil menjadikan dirinya sebagai orang disiplin. Ia juga terus menerus mencari daya linuwih dalam kehidupannya. Ia orang yang tidak gemar kenikmatan hidup.
Ia hanya menjalani apa yang diyakininya benar, tentunya terlepas keyakinannya itu membuat sengsara banyak orang, atau membuat keadaan susah, ia tahu apa tujuannya.
TOPIK LAINNYA
Nyi mas layung sari, bilik misteri, bokep ritual pesugihan, bokep genderowo, Ciri-ciri KETURUNAN Serunting Sakti, Tembok antartika menurut Al Quran, sipahit lidah keturunan siliwangi, Cara menjadi murid Sang Hyang Nur Cahyaning Nirwana, kesaktian angling darma vs siliwangi, missingqeu