BILIKMISTERI.WEB.ID ~ Pasundan (Jawa Barat, Banten dan DKI sekarang) dari tahun 1 sampai dengan 129, mungkin belum ada kerajaan, yang ada hanyalah satuan kelompok masyarakat yang dipimpin seorang “datu” (kepala rakyat atau penghulu) dan para pembantunya.
Pemimpin tersebut merupakan seorang publik figur yang memiliki banyak kelebihan (berilmu dan perkasa), dapat melindungi dan mengayomi, sangat berpengaruh dan kharismatik. Pemimpin pada masa itu mempunyai kekuasaan mutlak selaku pemerintah atau penguasa, pemuka agama, pemuka adat dan penentu keadilan atau hakim.
Keberadaanya ada yang diangkat berdasarkan Musyawarah (Musyawarah untuk mufakat telah ada pada masa itu ), karena kelebihanya, atau menjadi pemimpin karena keberhasilanya menaklukan pemimpin satuan atau kelompok masyarakat terdahulu.
Salahsatu wilayah pemukiman masyarakat yang terbesar di Pasundan pada waktu itu adalah Teluk Lada Pandeglang Banten, yang merupakan pelabuhan alam yang banyak dikunjungi oleh pendatang dari pulau-pulau lain, seperti pendatang dari Bugis, Maluku, Lampung, Tumasik, Penang atau Malaya, dan India. Perdagangan di Teluk Lada berupa hasil laut, bumi, hutan, ternak dan ikan darat.
Hasil Bumi dengan komoditas utama lada, ditanam pnduduk di pedalaman Teluk Lada, dan datang dari pulau sebrang (Lampung). Hasil pertambangan seperti besi, tembaga, emas dan perak yang dikelola secara tradisional, jarang diperjualbelikan (timbal balik) oleh penduduk kepada pihak luar.
Hasil pertambangan itu dipakai sendiri untuk bahan pembuatan alat-alat pertanian, alat keperluan sehari-hari, senjata dan perhiasan.Perdagangan dengan pihak luar disebabkan karena adanya kebutuhan penduduk pada kain (dari india), keramik Cina dari para pedagang Tumasikdan Penang, dan barang-barang lainya yang belum dapat dibuat oleh para penduduk Teluk Lada.
Pemimpin di Teluk Lada itu adalah Datu Tirem, yang pada mulanya merupakan seorang pendatang dari Sumatra atau Melayu, kemudian menjafi pemimpin pada kelompok itu, dan beristrikan wanita pribumi Teluk Lada.
Sekitar tahun 128, datanglah rombongan bangsawan dari India yang dipimpin Dewawarman, kerabat keraton kerajaan Calankayana di India, ia mengemban misi dari rajanya untuk mencari “vazal” (daerah pengaruh) Calankayana di luar India, dalam rombongan itu dibawa pula para pendeta untuk menyebarkan agama Hindu.
Keberadaan Dewawarman di Teluk Lada membawa manfaat sangat besar bagi Datu Tirem dan para penduduknya , sosok pangeran itu menarik hati Datu Tirem dan rakyatnya, disamping itu ia berhasil pula mengatasi kesulitan yang dialami komunitas penduduk Teluk Lada.
Diantaranya mengusir Bajak Laut yang selalu mengganas di Selat Sunda, yang menjadi gangguan keamanan bagi para pedagang dan membantu memperbaiki sistem pemerintahan, pertanian, petrambangan dan perdagangan.
Para pendeta yang dibawanya dari India menyebarkan agama Hindu pada penduduk setempat sehingga agama hindu mulai dianut para penduduk Teluk Lada dan mempengaruhi pola budayanya. Dengan adanya Dewawarman dan saudara-saudaranya, kemakmuran penduduk Telok Lada meningkat dengan pesat.
Dewawarman akhirnya menikah dengan Larasati putri Datu Tirem, kemudian Datu Tirem menyerahkan kedudukanya kepada Dewawarman, selanjutnya sebagai ahli pemerintah pada tahun 130 mendirikan kerajaan Salakanagara, dan istrinya menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dwani Rahayu.
Dengan inti pasukan yang dibawa dari Calankayana, ditambah tenaga dari penduduk setempat, Dewawarman membentuk balatentara Salakanagara, dan menyatukan satuan-satuan kecil penduduk sampai ke pedalaman-pedalaman di utara, selatan dan timur Salakanagara sekaligus memperluas wilayahnya.
Sehingga pada masa pemerintahanya Salakanagara membentang dari pantai Selat Sunda, pantai selatan (Kabupaten lebak sampai Cianjur sekarang), pantai uatara Jawadwipa (sampai tepi barat sungai Citarum), sekaligus dengan pedalamanya.
Perluasan itu dimungkinkan, karena kuatnya balatentara Salakanagara. “Purasaba” (Ibukota) Salakanagara dibangun di Teluk Lada dan dinamainya “Rajatapura” (tempat/kota kedudukan raja) sebagai pusat pemerintahanya.
Untuk melancarkan roda pemerintahanya dibentuklah “mandala-mandala” (daerah-daerah) bawahan/kerajaan mandala, yaitu kerajaan mandala Ujung kulon di bawah pemerintahanya Raja Bahadura Harigana Jaya Sakti adik pangeran Dewawarman (yang meliputi wilayah Lebak sekarang).
Purasaba kerajaan Ujung Kulon kemungkinan berelokasi di sekitar teluk penanjung yang memanfaatkan teluk itu untuk prasarana transportasi, komunikasi dan perdagangan sebagai pelabuhan alam karena kurang dan sulitnya jalan darat.
Kerajaan Mandala lainya adalah Tanjung Kidul , dengan rajanya Sweta Liman Sakti adik Dewawarman. Tanjung kidul meliputi wilayah pesisir dari pedalaman Sukabumi sampai dengan Cianjur sekarang. Purasaba negara Tanjung Kidul adalah Agrabintapura yang terletak di sekitar gunung Bengbreng daerah antara sungai Citarik dan pantai Cidaun.
Pelabuhan-pelabuhan alam membawa manfaat yang besar jadi Tanjung Kidul, yaitu dinamis dan lancarnya kegiatan perdagangan, tranportasi dan komunikasi dengan pihak luar melalui jalan laut. Pada masa kerajaan Tanjung Kidul, selain hasil laut, telah dikenal pula tanam padi ladang/tadsah hujan yang teratur, dengan memanfaatkan lahan-lahan subur di pedalaman yang sekarang disebut Cianjur dan Sukabumi.
Penanaman palawija dan perternakan kerbau, sapi, kuda, ayam dan itik berkembang pula dengan pusat sejalan dengan luasnya lahan pertanian atau ladang serta adanya hasil hutan (kayu, damar, kemenyan dan rotan).
Adapun Salakanagara pendapatanya dari hasil laut, penanaman lada, peternakan, hasil hutan dan pertambangan besi, tembaga, mas dan perak. Dengan adanya aneka ragam pendapatan tersebut, penguasa Salakanagara dapat memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.
Seperti yang diutarakan dimuka, bahwa Pangeran Dewawarman dan rombonganya mencari vazal bagi kerajaan asalnya, dengan demikian Salakanagara berada di bawah pengaruh Calankayana di India. Sebagai Vazal, Salakanagara memberikan upeti tahunan kepada Calankayana dan kerajaan induk itu mengirimkan kain sutra, permadani, senjata dan kapal laut.
Selain dari pada itu, dikirimkan pula para pendeta hindu ke Salakanagara untuk mendidik masyarakat dalam agama Hindu, sehingga seterusnya agama Hindu menjadi agama mayoritas penduduk Salakanagara menggantikan kepercayaan semula.
pada tahun 150, seorang pengembara yaitu Ptolemeus tiba di Salakanagara bersama dengan rombonganya pedagang dari India menetap di purasaba Rajatapura. Ptolemeus sangat mengagumi Salakanagara yang disebutya Argyre (kota perak).
Keberhasilanya Dewawarman dan permaisurnya dalam membesarkan Salakanagara dan membawa rakyat Salakanagara pada kemakmuran dan kesejahteraan, membuat pasangan penguasa tersebut sangat dihormati rakyatnya, dan dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu (Dewa penjaga dan pelindung manusia ), dan permaisurinya dianggap sebagai jelmaan Dewi Sri (istri Dewa Wisnu), Dewa wanita pelindung tanaman , ternak dan keseburan.
Salakanagara berlangsung dari tahun 130 sampai tahun 358, di bawah pemerintahan Dewawarman I sampai VIII. Adapun raja terakhir, yaitu Dewawarman VIII tidak mempunyai anak laki-laki, hanya memiliki anak perempuan saja, sehingga tidak memiliki putra mahkota (penerus tahta).
Pada masa pemerintahan Dewawarman VIII, datanglah seorang maharesi muda dari Calankayana, yang memberitahukan pada Dewawarman VIII bahwa Calankayana telah ditaklukan oleh kerajaan Magada di bawah pemerintahan Maharaja Samudragupta.
Pada masa itu, politik ekspansi maharaja samudragupta berhasil menaklukan hampir seluruh kerajaan di India. Untuk Seterusnya Maharesi muda bernama Jayasingawarman itu tinggal di purasaba Rajatapura dan akhirnya menikah dengan putri Dewawarman VIII. Karena kecakapan dan keperwiraanya, Jayasingawarman diangkat sebagai penerus tahta Salakanagara.
Sementara itu, Maharaja Samudragupta makin meluskan wilayah Magada keluar India. Diantaranya mencari daerah jajahan Calankayana atau daerah pengaruhnya. Untuk menghindari adanya penyerbuan Magada mengingat sangat kuatnya balatentara kerajaan itu.
Dewawarman VIII memerintahkan kepada menantunya untuk mendirikan pusat pemerintahan baru (di daerah kecamatan Tarumajaya, Muaragembong, Sukawangi dan Cabangbungin kabupaten Bekasi sekarang), usaha Jayasingawarman berhasil, kemudian Dewawarman VIII menyerahkan tahtanya pada Jayasingawarman. Seterusnya Salakanagara berganti nama menjadi Tarumanagara (358).
Raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Salakanagara :
- Prabu Dharmalokapala Dewawarman (Dewawarman I)
- Prabu Digwijayakasa Dewawarman (Dewawarman II)
- Prabu Singasagara Bimayasawirya Dewawarman (Dewawarman III)
- Prabu Darmasatyanagara Dewawarman (Dewawarman IV)
- Prabu Darmasatyajaya Dewawarman (Dewawarman V)
- Prabu Ganayanadewa linggabumi Dewawarman (Dewawarman VI)
- Prabu Digwijaya Satyaganapati Dewawarman (Dewawarman III)
- Prabu Darmawirya Dewawarman (Dewawarman VIII)
TOPIK LAINNYA
bilik misteri, bokep ritual pesugihan, bokep genderowo, Ciri-ciri KETURUNAN Serunting Sakti, Tembok antartika menurut Al Quran, sipahit lidah keturunan siliwangi, Cara menjadi murid Sang Hyang Nur Cahyaning Nirwana, kesaktian angling darma vs siliwangi, missingqeu, ciri ciri keturunan nyi mas gandasari