BILIKMISTERI.WEB.ID – Melihat ibunya menjadi tugu, ketiga anaknya menjadi terkejut. Dewi Anjani yang merasa paling bersalah langsung menjerit histeris seraya menubruk kaki ayahandanya mohon agar ibunya dapat dikembalikan seperti semula.
Tetapi Resi Gotama seolah-olah tidak mendengar permintaan atau permohonan anaknya ini, kemudian malah mengangkat dan dengan sekuat tenaga melemparkan tugu itu keluar.
Menurut cerita, tugu itu terlempar sampai di negara Lengkapura (Alengkadiraja) negerinya Rahwana atau Dasamuka.
Dan kutukan Dewi Windradi ini akan teruwat (berubah menjadi Dewi Windradi kembali) ketika tugu itu digunakan oleh Patih Anila untuk memukul (mengeprok) kepala patih Alengka yang bernama Prahasta.
Setelah itu sambil menimang cupu, Resi Gotama bersabda kepada ketiga putranya, ”Hai anak-anakku, cupu ini akan saya lemparkan jauh. Kalian boleh mencarinya. Barang siapa yang pertama menemukan, dialah yang berhak memilikinya”
Maka Dewi Anjani, Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi segera berlarian mengikuti arah cupu pusaka itu. Mereka lari saling mendahului dengan harapan mendapatkan cupu ajaib yang diidam-idamkan.
Mereka sudah melupakan ibunya yang sudah berubah menjadi tugu dan tidak tahu keberadaannya. Kasih sayang ibu yang selama ini tercurah kepadanya seolah-olah sudah mereka lupakan karena pikirannya sudah terbius oleh rasa ingin memiliki cupu ajaib itu.
”Cupu Manik Astagina” memang bukan sembarang pusaka. Ketika dilemparkan oleh Resi Gotama, tutup dan badan cupu terpisah. Tutup cupu terlempar lebih jauh dan jatuh di negara Ayodya dan berubah menjadi telaga ”Nirmala” atau telaga tanpa cacat.
Sementara itu, badan cupu jatuh di tengah hutan dan berubah menjadi telaga ”Sumala” atau telaga penuh cacat. Ketiga putra Resi Gotama tidak mengetahui akan kejadian itu.
Dikisahkan Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi dalam pengejarannya terhalang oleh telaga Sumala tadi. Mereka berdua mengira bahwa cupu yang dikejarnya jatuh di telaga tersebut. Tanpa berpikir panjang, mereka langsung terjun dan menyelam di telaga untuk mencarinya.
Kedua satria ini memang sangat sakti. Mereka berenang ke sana ke mari di dalam telaga dalam waktu yang cukup lama tanpa muncul di permukaan air untuk menghirup udara. Suatu saat, kedua satria ini muncul hampir bersamaan pada tempat yang tidak begitu jauh untuk menghirup udara.
Raden Guwarsa sangat terkejut melihat ada seekor kera sebesar manusia yang juga ikut menyelam di telaga itu. Dia mengira bahwa kera itulah yang telah menemukan cupu yang sedang dicarinya.
Hal yang sama dialami oleh Raden Guwarsi. Oleh karena itu tanpa bertegur sapa lebih dulu, kedua satria yang sudah berujud kera itu langsung saling menyerang dengan hebatnya.
Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi tidak menyadari bahwa mereka berdua telah berubah menjadi kera. Sebagai anak dan sekaligus murid Resi Gotama, kedua satria ini memang memiliki kesaktian yang luar biasa dan hampir berimbang.
Raden Guwarsa yang lebih tua tampaknya sedikit lebih unggul sehingga lama kelamaan Raden Guwarsi terdesak. Dewi Anjani yang agak tertinggal, tidak lama kemudian sampai juga di tepi telaga itu. Badannya berkeringat dan kotor.
Agar terasa lebih segar, Dewi Anjani mendekati air telaga untuk sekedar membasuh tangan, kaki bagain bawah dan mukanya. Setelah itu dia duduk di bawah pohon untuk melepaskan lelah sambil terus merenungkan tentang cupu yang dicarinya.
Beberapa saat kemudian, Dewi Anjani terkejut karena lengan dan bagian-bagian tubuh lain yang tadi dibasuh dengan air telaga tiba-tiba tumbuh rambut yang tidak wajar.
Kini lengannya memiliki rambut lembut seperti rambut kera. Dan ketika mengusap wajahnya, makin terkejutlah dia karena mukanyapun juga terasa ditumbuhi rambut seperti di tangannya.
Dewi Anjani menjadi gemetar badannya. Untuk meyakinkan keadaannya, dia cepat-cepat berdiri dan berlari ke pinggiran telaga untuk berkaca di air telaga yang memang cukup jernih.
Begitu melihat bayangan wajahnya di permukaan air telaga, Dewi Anjani menjerit dan kemudian menangis sambil menutup mukanya. Wajahnya yang semula cantik bagai bidadari, kini berubah menjadi seperti kera.
Tangan dan kaki bagian bawah yang tadi dibasuh dengan air telaga juga berambut seperti tangan dan kaki kera. Kini dia sadar bahwa telaga itu bukan sembarang telaga. Air telaga itu ternyata dapat merubah tubuh manusia menjadi kera.
Setelah beberapa saat Dewi Anjani merenungi dan meratapi nasibnya, tiba-tiba mendengar dan melihat perkelahian dua kera di telaga itu. Semula putri yang malang ini tidak memperdulikan kejadian tersebut.
Tetapi setelah dia berpikir tentang kejadian yang menimpa dirinya, dia ingat akan kedua saudaranya yang juga mencari cupu manik astagina.
Dewi Anjani langsung meyakini bahwa mereka yang berkelahi itu adalah kedua adiknya. Karena itu sebelum ada yang terluka parah, Dewi Anjani segera mendekati perkelahian dan berteriak memanggil nama kedua adiknya.
”Dimas Guwarsa……! Dimas Guwarsi …….! Benarkah yang sedang berkelahi itu kalian ……..? Demikian teriak Dewi Anjani berulang-ulang.
Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi yang cukup dekat dengan Dewi Anjani tidak lupa akan suara kakaknya. Mereka saling menjauhkan diri dan berhenti berkelahi.
Mereka tercengang ada wanita berwajah dan berlengan kera memanggil-manggil nama mereka. Sementara itu Dewi Anjani melihat keragu-raguan keduanya. Maka agar lebih meyakinkan, Dewi Anjani berteriak kembali.
”…..Dimas berdua,…..saya ini adalah benar-benar Dewi Anjani,…… kakakmu”!
Suara Dewi Anjani agak pelan dan gemetar. Kedua adiknya yang sangat mengenal suara itu langsung saling menengok. Dengan langkah satu dua yang lambat, dua bersaudara itu mendekati Dewi Anjani yang telah berubah rupa itu.
Kemudian Raden Guwarsi yang agak lebih tenang karakternya, berkata:
”Benarkah anda Dewi Anjani putra Resi Gotama, kakak saya”?
”Benar dimas, saya adalah Dewi Anjani kakak kalian….” Jawab Dewi Anjani.
”Akan tetapi, mengapa kakanda jadi begitu……..? Tanya Raden Guwarsi. Kemudian Dewi Anjani yang sudah agak tenang menjawab: ”Dimas berdua, sebelum saya menjawab cobalah kalian berkaca di air telaga itu. Setelah kalian menyadari bahwa ujud kalian sudah berubah, mungkin sebagian pertanyaan itu akan terjawab”.
Sebenarnya Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi sudah menangkap maksud kakaknya itu. Namun untuk meyakinkan, mereka berdua tetap mendekati air telaga untuk berkaca.
Begitu melihat bayangan diri mereka, badan kedua satria itu menjadi gemetar dan jantungnya berdebar sangat keras.
Raden Guwarsa menengok kera di sebelahnya dan bertanya: ”jadi kamu adalah adik saya, … adinda Guwarsi”? …dan kamu adalah kakak saya,…. kakanda Guwarsa”? Jawab Raden Guwarsi.
Selanjutnya, kedua bersaudara itu berpelukan, menangis sedih dan penuh penyesalan. Dewi Anjani mendekat dan segera memeluk kedua adiknya yang sudah berubah menjadi kera itu, dan air matanya kembali bercucuran.
Ketiga putra-putri Resi Gotama itu, kini duduk berdekatan di tepi telaga. Wajah mereka tampak sangat sedih dan kecewa. Ketiganya kini menyadari bahwa mereka telah terkena kutuk dari Dewa.
Kini tinggal penyesalan dan kesedihan yang harus dihadapi. Mereka menunduk dan menutupi wajahnya. Pikirannya kalut dan hatinya sangat sedih. Akhirnya, ketiga bersaudara ini sepakat untuk pulang mengadukan nasibnya kepada Resi Gotama, ayahnya.
Di pertapaan ”Grastina”, Resi Gotama hatinya sangat sedih atas pengalaman yang baru saja terjadi. Kesedihan makin bertambah manakala sedang merenung, tiba-tiba kedua orang putranya Raden Guwarsa dan Raden Guwarsi datang dan merangkul kakinya dalam wujud yang sangat berbeda.
Kedua orang putranya yang tampan kini telah berubah menjadi manusia ”kera”. Sementara itu putrinya yang sangat cantik kini berwajah kera dengan tangan dan kaki seperti kera, tetapi badannya tetap seperti dulu.
Resi Gotama yang sudah matang ilmunya tahu persis apa yang telah terjadi. Anak dan istrinya, bahkan seluruh keluarganya kena ”siku” (kutukan) dari dewa.
Walaupun sangat kuat batinnya, Sang Resi tidak mampu menahan air matanya yang mengalir membasahi pipi yang keriput. Apalagi ketika mendengar ratapan anak-anaknya untuk dapat dikembalikan seperti ujud semula. Resi Gotama tertunduk diam.
Akhirnya dengan suara pelan dan lembut penuh kasih sayang, Resi Gotama berkata: ”Aduh anak-anakku yang sangat saya cintai, Semua yang terjadi pada kalian sudah menjadi kehendak dewa”.
Kalian dapat kembali seperti semula setelah mendapat anugerah dan pengampunan dari yang maha kuasa. Untuk itu ada jalan yang harus kalian tempuh anak-anakku! Anjani, kamu harus bertapa ”nyantuk” (hidup seperti katak) di telaga ”Madirda”.
Engkau Guwarsa, harus bertapa ”ngalong” (hidup seperti kalong atau kelelawar pemakan buah-buahan) di gunung Sunyapringga, dan Engkau Guwarsi, bertapalah ”ngidang” (hidup seperti kijang) di lereng gunung Sunyaprimgga itu.
Selain itu, sejak saat ini Guwarsa gantilah nama menjadi Subali dan Guwarsi menjadi Sugriwa. Dengan cara demikian, mudah-mudahan engkau semua akan dapat kembali seperti sedia kala dan mendapatkan karunia dari Yang Maha Kuasa.
Kesimpulan
”Apabila manusia berambisi untuk memiliki sesuatu yang bukan menjadi haknya bahkan saling memperebutkannya, maka perilaku yang demikian itu adalah perilakunya kera. Jadi tidak pantas dilakukan oleh manusia.
Dan apabila manusia memiliki perilaku seperti itu artinya manusia lebih rendah dari kera karena manusia memiliki otak untuk berpikir sehingga tahu mana yang baik, mana yang buruk, mana yang menjadi haknya mana yang bukan haknya”
TOPIK LAINNYA
Nyi mas layung sari, bilik misteri, bokep ritual pesugihan, bokep genderowo, Ciri-ciri KETURUNAN Serunting Sakti, Tembok antartika menurut Al Quran, sipahit lidah keturunan siliwangi, Cara menjadi murid Sang Hyang Nur Cahyaning Nirwana, kesaktian angling darma vs siliwangi, missingqeu