Misteri Dana Revolusi Presiden Soekarno

 

Presiden SoekarnoBILIKMISTERI.WEB.ID – Dana revolusi dari Presiden Soekarno kini menjadi misteri dan terus diperbincangkan banyak orang.

Ada yang bersikukuh bahwa dana revolusi itu sebenarnya tidak ada, namun tidak sedikit pula yang meyakini dan terus memperjuangkan kebenaran akan tersebut.

 

Dari sejumlah isu yang beredar, diduga bahwa besarnya dana revolusi ini bisa melunasi utang luar negeri Indonesia, juga bisa dipakai membangun negeri dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

 

Nah, bagaimana sebanarnya ihwal adanya dana revolusi Soekarno ini? Apakah hal ini benar adanya? Simak pembahasannya berikut ini.

Pada tahun 1906 terjadilah ikrar raja-raja nusantara yang di prakasai oleh Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, Soetomo, Raden Adipati Tirtokoesoemo (presiden pertama Budi Utomo) dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.

Hadir juga Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto  dalam pertemuan tersebut. Inti dalam ikrar tersebut adalah ditumbuhkannya rasa nasionalisme “tanah air (Indonesia) di atas segala-galanya”.

Pada saat itu seluruh raja-raja nusantara menyumbangkan sebagian asset mereka untuk membantu perjuangan. Aset yang terkumpul kemudian disebut sebagai dana perjuangan. Konon, sebagian dana itu dipakai untuk biaya perjuangan dan sebagian lagi disimpan di luar negeri.

BACA:  Mitos Pertemuan Kanjeng Ratu Kidul Dengan Panembahan Senopati

Dana perjuangan ini kemudian lebih dikenal dengan Dana Revolusi atau Dana Amanah dan secara resmi mulai dihimpun kembali oleh pemerintah RI pada masa setelah kemerdekaan dengan berdasar pada Perpu No.19 tahun 1960.

Isi dari Perpu Nomor 9/1960 itu antara lain, mewajibkan semua perusahaan negara menyetorkan 5% dari keuntungannya pada pemerintah sebagai Dana Revolusi.

Yang disebut perusahaan negara kala itu, termasuk pula berbagai perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasi, seperti perkebunan-perkebunan besar di Jawa dan Sumatera. Konon, dana Revolusi yang terkumpul berjumlah ratusan juta dolar dan kini tersimpan di luar negeri.

The Green Hilton Memorial Agreement

Salah satu sumber Dana Revolusi terbesar adalah adanya “Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva” yang dibuat dan ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh Presiden AS John F Kennedy dan Presiden RI Ir. Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker. Perjanjian ini menyusul adanya MoU antara RI dan AS tiga tahun sebelumnya.

The Green Hilton Memorial AgreementBagian sampul dan lembar terakhir The Green Hilton Memorial Agreement Geneva

Poin penting perjanjian itu adalah; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui 50 persen keberadaan emas murni batangan milik Republik Indonesia, yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II) menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral dolar yang diperuntukkan untuk pembangunan keuangan AS.

BACA:  Asal Usul Nama Tulungagung

Dalam poin penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul yang memuat perincian; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada Indonesia, dan mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun setelah perjanjian).

Account khusus akan dibuat untuk menampung asset pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau poin dalam perjanjian tersebut tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir pengakuan status kolateral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.

Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada sebuah akun khusus atas nama The Heritage Foundation  atau The HEF yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas persetujuan Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut, yakni pada 21 November 1965.

BACA:  Terdapat Lafaz Laa Ilaaha Illallah di Hijab Bunda Maria

Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut adalah:

”Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were justobtained.”

Perjanjian hitam di atas putih itu berkepala surat lambang Garuda bertinta emas di bagian atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’ dan ’Switzerland of Suisse’.

Berbagai otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada pandangan khusus para ekonom, bahwa AS dapat menjadi negara kaya karena dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di Nusantara ini.

Pandangan ini melahirkan opini kalau negara AS memang berutang banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta raja-rajanya bangsa Indonesia.

Bagi Politikus AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia.

 
 

TOPIK LAINNYA

Nyi mas layung sari, bilik misteri, bokep ritual pesugihan, bokep genderowo, Ciri-ciri KETURUNAN Serunting Sakti, Tembok antartika menurut Al Quran, sipahit lidah keturunan siliwangi, Cara menjadi murid Sang Hyang Nur Cahyaning Nirwana, kesaktian angling darma vs siliwangi, missingqeu

JANGAN LEWATKAN